Komunitas Islam dan Yahudi di AS Berangkulan dan Berjabat Tangan
0
komentar
Pertikaian antara komunitas Yahudi dengan Islam kerap terjadi di Amerika Serikat (AS). Bahkan, itu terlihat secara nyata dan menjadi rahasia umum.
Satu contoh nyata dialami oleh Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi Imam di Pusat Kebudayaan Islam di AS, Ustadz Shamsi Ali.
Setelah peristiwa tragedi 11 September terjadi, dirinya diundang bersama seorang Rabbi Yahudi bernama Marc Schneier menjadi narasumber di stasiun televisi CBS. "Ketika itu, Marc membuang muka kepada saya walaupun kami berjabat tangan," ujar Shamsi, yang ditemui di sela dialog antaragama di auditorium Universitas Siswa Bangsa Internasional (USBI), 28 Maret 2013.
Ketika akhirnya hubungan di antara keduanya cukup dekat, Shamsi kemudian menanyakan hal itu kepada Marc. Pemimpin komunitas Yahudi itu pun mengaku, bahwa dia benci sekali terhadap Islam.
"Dia bilang, 'sampai enam bulan yang lalu, saya masih benci sekali terhadap Islam. Saya memang sengaja tidak ingin menatap wajah Anda, malah berjabat tangan pun rasanya enggan. Tapi, tidak etis jika tidak ikut berjabat tangan'," ungkap Shamsi, menirukan pernyataan Marc.
Pertemuan Pertama
Menurut Shamsi, titik balik hubungan di antara komunitas itu terjadi ketika wafatnya Paus Paulus Yohanes II tahun 2005. Shamsi kemudian merasa perlu menggunakan kesempatan ini untuk meluruskan kesalahpahaman yang telah lama terjadi antara kaum Yahudi dengan Islam di AS.
Mereka akhirnya sepakat menjalin pertemuan tingkat tinggi antara pemimpin kelompok Yahudi dengan Islam.
"Namun, yang terjadi selama empat jam pertama, mereka hanya berdebat mengenai isu Palestina dan Israel saja. Saya dan Marc kemudian menghentikan debat kusir itu dan mencoba mencari jalan tengah," ujar Shamsi mengisahkan.
Akhirnya, mereka sepakat untuk mencari kesamaan di antara komunitas dan terungkaplah satu fakta bahwa jumlah warga New York yang menganut anti Yahudi dan Islamofobia sama-sama tinggi. Oleh sebab itu, mereka pun bertekad untuk bersama-sama memerangi hal itu.
Kerja sama lain yang terjalin di antara kedua komunitas ini, adalah ketika warga Yahudi menggelar demonstrasi damai di Times Square, New York, bertajuk "Today I am a Moslem Too".
"Ide demonstrasi itu diusulkan oleh Rabbi Marc yang ingin mengantisipasi efek dari sidang dengar yang digelar oleh Duta Besar Pete King bertajuk Radikalisasi Umat Islam di New York," ungkap Shamsi.
Aksi unjuk rasa itu mendapat publikasi luas di New York, hingga produser kenamaan Russel Simmons pun ikut berkicau di Twitter dengan hashtag "Today I am a Moslem Too". Kicauan ini kemudian diteruskan oleh selebritas Hollywood lainnya.
"Hari itu, Hollywood bertemakan 'Today I am a Moslem Too'," ujar Shamsi yang disambut tawa para hadirin.
"Itu semua dapat terjadi karena kami menerapkan prinsip saling kenal tadi yang kemudian kami lanjutkan dengan saling memahami, menghormati, menghormati dan timbulah kerja sama," pungkas Shamsi.
Exchange Visit
Selain itu, Shamsi menggagas program exchange visit atau saling berkunjung ke tempat ibadah masing-masing.
"Jadi, pada hari Jumat komunitas Yahudi mengunjungi mesjid, dan hari Sabtunya kami mengunjungi Sinagog Yahudi," kata peraih Ellis Island Medal of Honor tahun 2009 atas jasanya yang membangun jembatan komunikasi antar komunitas agama yang berbeda.
Dengan menerapkan dua langkah itu, Shamzi berharap perspektif terhadap Islam akan kembali positif dan kekerasan yang menimpa umat muslim di AS dapat berkurang.
Satu contoh nyata dialami oleh Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi Imam di Pusat Kebudayaan Islam di AS, Ustadz Shamsi Ali.
Setelah peristiwa tragedi 11 September terjadi, dirinya diundang bersama seorang Rabbi Yahudi bernama Marc Schneier menjadi narasumber di stasiun televisi CBS. "Ketika itu, Marc membuang muka kepada saya walaupun kami berjabat tangan," ujar Shamsi, yang ditemui di sela dialog antaragama di auditorium Universitas Siswa Bangsa Internasional (USBI), 28 Maret 2013.
Ketika akhirnya hubungan di antara keduanya cukup dekat, Shamsi kemudian menanyakan hal itu kepada Marc. Pemimpin komunitas Yahudi itu pun mengaku, bahwa dia benci sekali terhadap Islam.
"Dia bilang, 'sampai enam bulan yang lalu, saya masih benci sekali terhadap Islam. Saya memang sengaja tidak ingin menatap wajah Anda, malah berjabat tangan pun rasanya enggan. Tapi, tidak etis jika tidak ikut berjabat tangan'," ungkap Shamsi, menirukan pernyataan Marc.
Pertemuan Pertama
Menurut Shamsi, titik balik hubungan di antara komunitas itu terjadi ketika wafatnya Paus Paulus Yohanes II tahun 2005. Shamsi kemudian merasa perlu menggunakan kesempatan ini untuk meluruskan kesalahpahaman yang telah lama terjadi antara kaum Yahudi dengan Islam di AS.
Mereka akhirnya sepakat menjalin pertemuan tingkat tinggi antara pemimpin kelompok Yahudi dengan Islam.
"Namun, yang terjadi selama empat jam pertama, mereka hanya berdebat mengenai isu Palestina dan Israel saja. Saya dan Marc kemudian menghentikan debat kusir itu dan mencoba mencari jalan tengah," ujar Shamsi mengisahkan.
Akhirnya, mereka sepakat untuk mencari kesamaan di antara komunitas dan terungkaplah satu fakta bahwa jumlah warga New York yang menganut anti Yahudi dan Islamofobia sama-sama tinggi. Oleh sebab itu, mereka pun bertekad untuk bersama-sama memerangi hal itu.
Kerja sama lain yang terjalin di antara kedua komunitas ini, adalah ketika warga Yahudi menggelar demonstrasi damai di Times Square, New York, bertajuk "Today I am a Moslem Too".
"Ide demonstrasi itu diusulkan oleh Rabbi Marc yang ingin mengantisipasi efek dari sidang dengar yang digelar oleh Duta Besar Pete King bertajuk Radikalisasi Umat Islam di New York," ungkap Shamsi.
Aksi unjuk rasa itu mendapat publikasi luas di New York, hingga produser kenamaan Russel Simmons pun ikut berkicau di Twitter dengan hashtag "Today I am a Moslem Too". Kicauan ini kemudian diteruskan oleh selebritas Hollywood lainnya.
"Hari itu, Hollywood bertemakan 'Today I am a Moslem Too'," ujar Shamsi yang disambut tawa para hadirin.
"Itu semua dapat terjadi karena kami menerapkan prinsip saling kenal tadi yang kemudian kami lanjutkan dengan saling memahami, menghormati, menghormati dan timbulah kerja sama," pungkas Shamsi.
Exchange Visit
Selain itu, Shamsi menggagas program exchange visit atau saling berkunjung ke tempat ibadah masing-masing.
"Jadi, pada hari Jumat komunitas Yahudi mengunjungi mesjid, dan hari Sabtunya kami mengunjungi Sinagog Yahudi," kata peraih Ellis Island Medal of Honor tahun 2009 atas jasanya yang membangun jembatan komunikasi antar komunitas agama yang berbeda.
Dengan menerapkan dua langkah itu, Shamzi berharap perspektif terhadap Islam akan kembali positif dan kekerasan yang menimpa umat muslim di AS dapat berkurang.
Sumber :
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Komunitas Islam dan Yahudi di AS Berangkulan dan Berjabat Tangan
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke https://joyopait8.blogspot.com/2013/03/pertikaian-antara-komunitas-yahudi.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5